Industri motor listrik di Indonesia sempat menjadi harapan baru dalam transisi energi ramah lingkungan. Namun, ketidakpastian regulasi dari pemerintah membuat pertumbuhan sektor ini terhambat. Dari investor yang wait and see hingga konsumen yang ragu, ekosistem kendaraan listrik roda dua kini berada di persimpangan jalan.
Pemerintah Indonesia sempat menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong kendaraan listrik, termasuk motor listrik. Lewat berbagai insentif seperti subsidi, pembebasan pajak, dan kemudahan impor komponen, banyak pelaku industri berlomba masuk ke pasar ini.
Sayangnya, regulasi yang berubah-ubah dan kurang sinkron antara kementerian membuat pelaku usaha kebingungan. Beberapa isu utama meliputi:
- Skema subsidi yang tidak konsisten: Berubah-ubahnya kriteria penerima subsidi menyulitkan produsen dan konsumen.
- Kurangnya peta jalan (roadmap) yang konkret: Tanpa kejelasan jangka panjang, investor enggan menanamkan modal besar.
- Keterlambatan dalam pembangunan infrastruktur pendukung, seperti stasiun penukaran baterai atau layanan purna jual.
Akibat ketidakpastian ini, banyak startup lokal menahan ekspansi atau bahkan berhenti beroperasi. Pabrikan besar pun mengalihkan fokus ke negara lain yang lebih menjanjikan. Konsumen, yang awalnya tertarik, kini mulai ragu karena belum adanya jaminan nilai jual kembali atau standar baterai yang baku.
Ironisnya, ini terjadi saat minat global terhadap kendaraan listrik tengah meningkat. Negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand telah mencuri start dengan regulasi yang lebih stabil dan dukungan konkret terhadap pelaku industri. Jika dibiarkan, Indonesia bisa kehilangan kesempatan menjadi pemain utama di kawasan.
Industri motor listrik Indonesia masih memiliki potensi besar. Namun, tanpa kejelasan arah dan regulasi yang stabil, momentum emas ini bisa terlewat begitu saja. Pemerintah perlu bergerak cepat dan tegas agar tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga pemain kunci dalam ekosistem kendaraan listrik global.