Industri manufaktur Indonesia kembali mendapat pukulan berat. Setelah sebelumnya menghadapi tantangan seperti kenaikan harga bahan baku, perlambatan ekonomi global, dan persaingan ketat dengan negara ASEAN, kini muncul ancaman baru: kebijakan tarif impor Donald Trump.
Mantan Presiden AS yang kini kembali mencalonkan diri dalam Pilpres 2024 itu dikenal dengan kebijakan proteksionisnya. Jika terpilih, Trump berencana memberlakukan tarif impor hingga 60% untuk produk dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dampak pada Industri Manufaktur Indonesia
1. Ekspor Terancam Menyusut
Indonesia mengekspor berbagai produk manufaktur ke AS, seperti:
- Tekstil dan produk garmen
- Elektronik
- Karet dan produk olahannya
- Furnitur
Dengan tarif tinggi, produk Indonesia akan kehilangan daya saing harga di pasar AS. Akibatnya, ekspor bisa merosot dan pendapatan devisa negara terancam turun.
2. Pengusaha Khawatirkan Biaya Produksi
Kenaikan tarif juga berpotensi memicu kenaikan biaya logistik dan bahan baku impor dari AS. Banyak industri manufaktur bergantung pada komponen impor, sehingga biaya produksi bisa melambung.
3. Ancaman PHK dan Penurunan Investasi
Jika permintaan ekspor turun, perusahaan manufaktur mungkin harus meredam produksi, bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Investor juga bisa berpikir dua kali sebelum menanamkan modal di sektor ini.
Respons Pemerintah dan Solusi yang Bisa Diambil
Pemerintah Indonesia perlu segera mengambil langkah antisipatif, seperti:
- Memperkuat pasar domestik dengan mendorong konsumsi produk lokal.
- Mencari pasar ekspor alternatif seperti Uni Eropa, Timur Tengah, atau Afrika.
- Mempercepat hilirisasi industri agar produk Indonesia memiliki nilai tambah tinggi.
- Bernegosiasi dengan pemerintah AS untuk mendapatkan pengecualian tarif.
Waspada dan Bergerak Cepat
Ancaman tarif Trump bukan hal sepele. Jika tidak diantisipasi dengan baik, industri manufaktur RI bisa terpuruk lebih dalam. Kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat diperlukan agar Indonesia bisa bertahan di tengah gejolak perdagangan global.