Dalam beberapa bulan terakhir, publik terkejutkan dengan pemandangan tidak biasa di beberapa bandara besar. Puluhan hingga ratusan warga terlihat tidur di lobi dan kursi ruang tunggu. Bukan wisatawan yang ketinggalan pesawat—mereka adalah warga lokal yang kehilangan tempat tinggal karena tidak mampu lagi membayar sewa rumah.
Namun di Spanyol, banyak orang yang tidur di bandara bukan untuk menunggu penerbangan, melainkan hanya untuk menumpang tidur.
Hal itu lantaran mahalnya biaya hidup di Madrid, Spanyol yang membuat ratusan warganya tidak mampu bayar sewa rumah dan memilih hidup menggembel dan tidur di bandara tiap malam.
Salah satunya, Teresa (bukan nama sebenarnya), 54 tahun. Setiap hari pukul 6 pagi, dia pergi keluar untuk mencari kerja. Sudah enam bulan Teresa bersama suaminya tidur di Terminal 6 Bandara Internasional Madrid, menggunakan sleeping bag yang terbentang di lantai.
Teresa memutuskan tidur di bandara setelah mendengar kabar dari mulut ke mulut. Sebelum kehilangan pekerjaannya, ia mengaku tinggal di sebuah apartemen di wilayah Leganés, Madrid, dan pekerjaannya adalah merawat orang-orang tua. Saat ini, ia memperoleh penghasilan sebesar 400 euro per bulan, bekerja di bawah meja untuk merawat seorang wanita tua.
Dengan penghasilan tersebut, Teresa mengatakan bahwa ia mengelola sebuah unit gudang di lingkungan tempat ia dulu tinggal. Meskipun pekerjaannya tidak menentu, ia mengatakan bahwa penghasilannya masih cukup untuk membayar biaya gym tempat ia mandi setiap hari, membayar biaya transportasi, dan membeli makanan.
Fenomena warga tidur di bandara bukan sekadar cerita pilu, melainkan tanda darurat perumahan yang nyata. Ketika tempat tinggal berubah menjadi kemewahan, maka bandara bisa menjadi simbol kegagalan sistem sosial. Sudah saatnya semua pihak duduk bersama dan mengedepankan solusi nyata, bukan hanya wacana.