Asosiasi fasilitas kesehatan dan rumah sakit angkat bicara terkait penyelenggaraan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Mereka adalah ekosistem dalam industri kesehatan dan medis yang ambil bagian dalam implementasi KRIS.
Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) adalah program transformasi layanan dari BPJS Kesehatan yang bertujuan menyetarakan standar fasilitas rawat inap di seluruh rumah sakit. KRIS akan menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3 dengan satu standar layanan yang merata dan sesuai ketentuan Kementerian Kesehatan.
Menanggapi kebijakan ini, berbagai asosiasi rumah sakit, seperti Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) dan ARSSI (Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia), menyatakan dukungan terhadap prinsip keadilan dalam layanan kesehatan. Namun, mereka juga menyampaikan sejumlah catatan dan kekhawatiran.
1. Kesiapan Fasilitas dan Infrastruktur
Menurut Ketua ARSSI, banyak rumah sakit swasta masih perlu melakukan penyesuaian infrastruktur, seperti jumlah tempat tidur per ruang dan ventilasi sesuai standar KRIS. Transformasi ini tentu membutuhkan investasi tambahan dan waktu yang tidak singkat.
2. Pembiayaan dan Tarif INA-CBG
Asosiasi menyoroti perlunya revisi tarif INA-CBG (tarif penggantian biaya oleh BPJS) agar selaras dengan peningkatan kualitas layanan. Jika tidak disesuaikan, rumah sakit khawatir akan terjadi ketimpangan antara beban operasional dan pendapatan.
Asosiasi rumah sakit berharap pemerintah:
- Memberikan insentif atau dukungan pembiayaan transisi
- Menyusun roadmap implementasi KRIS yang realistis dan inklusif
- Melibatkan rumah sakit dalam evaluasi dan penyusunan teknis kebijakan
Mereka menekankan bahwa keberhasilan KRIS tidak hanya tertentukan oleh regulasi, tetapi juga oleh sinergi semua pihak, termasuk rumah sakit, BPJS, dan masyarakat.
Penerapan KRIS BPJS Kesehatan adalah langkah besar dalam reformasi sistem kesehatan Indonesia.